Introduce in Business

Erlina   : Hi , I don’t think we’ve met. My name is Erlina Ulfa

Merisa: I don’t think so. My name is Merisa Irmadita . Nice to meet you

Erlina   : Nice to meet you too . What company are you from?

Merisa: I’m from Indoherbal,and I’m the production manager.

Erlina   : Oh, I know it’s one of the best herbal company in this country.

Merisa: Yes,it’s be beneficial company. And, who do you work for?

Erlina  : I work for Mustika Ratu company. I’m the marketing manager. We specialize in cosmetic.

Merisa: Oh, I know. It is beauty company that has been trusted since then.

Dwi     : Hi Ms. Erlina , I never throught we met here now

Erlina  : Me too. I want to introduce my friend to you Ms.Merisa . Her name Dwi Lestari.

Merisa: Hi Dwi. I’m Merisa Irmadita. Good to know you

Dwi     : Me too Ms.Merisa

Erlina : Sorry I have to go to toilet

Dwi     : Yes please

Merisa: What company do you from and what do you do there, Ms.Dwi?

Dwi     : I’m from Nissin company and I’m the production manager.And you?

Merisa: I’m from Indoherbal.I’m the production manager

Dwi     : It is growing company and become one of those serious competitor right now.

Merisa: Yes, we are doing quite well.

Dwi     : Sorry Ms.Merisa we have to go now because someone is waiting.

Erlina  : Nice to see you, good bye

Merisa: Bye

Teori Pembuktian Dan Alat-Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata

 

  1. Teori Pembuktian

Pokok bahasan mengenai pembuktian mengundang perbedaan pendapat diantara ahli hukum dalam mengklasifikasikannya apakah termasuk kedalam hukum perdata atau hukum acara perdata.

Prof. Subekti, S.H. mantan ketua MA dan guru besar hukum perdata pada Universitas Indonesiaberpendapat bahwa sebenarnya soal pembuktian ini lebih tepat diklasifikasikan sebagai hukum acara perdata (procesrecht) dan tidak pada tempatnya di masukkan dalam B.W., yang pada asasnya hanya mengatur hal-hal yang termasuk hukum materil.

Akan tetapi memang ada suatu pendapat, bahwa hukum acara itu dapat dibagi lagi dalam hukum acara materil dan hukum acara formil. Peraturan tentang alat-alat pembuktian, termasuk dalam pembagian yang pertama (hukum acara perdata), yang dapat juga dimasukkan kedalam kitab undang-undang tentang hukum perdata materil. Pendapat ini rupanya yang dianut oleh pembuat undang-undang pada waktu B.W. dilahirkan. Untuk bangsa Indonesia perihal pembuktian ini telah dimasukkan dalam H.I.R., yang memuat hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri.

Hukum positif tentang pembuktian (pokok bahasan makalah ini) yang berlaku saat ini di RI terserak dalam HIR dan Rbg baik yang materiil maupun yang formil. Serta dalam BW buku IV yang isinya hanya hukum pembuktian materiil.

 

  1. Pengertian Pembuktian/Membuktikan

Membuktikan menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., guru besar FH-UGM mengandung beberapa pengertian:

  1. Membuktikan dalam arti logis atau ilmiah

Membuktikan berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.

  1. Membuktikan dalam arti konvensionil

Membuktikan berarti memberikan kepastian yang nisbi/relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan:

  • kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka/bersifat instuitif (conviction intime)
  • kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal (conviction raisonnee)
  1. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis

Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan adanya bukti lawan.

Akan tetapi merupakan pembuktian konvensionil yang bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang beperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak.

 

Ada kemungkinan bahwa pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu tidak benar atau palsu atau dipalsukan. Maka hal ini dimungkinkan adanya bukti lawan.

Pembuktian secara yuridis tidak lain adalah pembuktian “historis” yang mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkreto. Baik pembuktian yang yuridis maupun yang ilmiah, maka membuktikan pada hakekatnya berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar.

Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.

Berbeda dengan azas yang terdapat pada hukum acara pidana, dimana seseorang tidak boleh dipersalahkan telah melakukan tindak pidana, kecuali apabila berdasarkan buki-bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa, dalam hukum acara perdata untuk memenangkan seseorang, tidak perlu adanya keyakinan hakim.

Yang penting adalah adanya alat-alat bukti yang sah, dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim akan mengambil keputusan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan perkataan lain, dalam hukum acara perdata, cukup dengan kebenaran formil saja.

 

  1. Prinsip-Prinsip Pembuktian

Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak.

Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat mengiginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila berhasil, maka gugatannya akan dikabulkan.

Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya, untuk dalil-dalil yang tidak disangkal, apabila diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, maka tidak perlu dibuktikan lagi. Beberapa hal/keadaan yang tidak harus dibuktikan antara lain :

  1. hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diakui
  2. hal-hal/keadaan-keadaan yang tidak disangkal
  3. hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diketahui oleh khalayak ramai (notoire feiten/fakta notoir). Atau hal-hal yang secara kebetulan telah diketahui sendiri oleh hakim.

Merupakan fakta notoir, bahwa pada hari Minggu semua kantor pemerintah tutup, dan bahwa harga tanah di jakarta lebih mahal dari di desa.

Dalam soal pembuktian tidak selalu pihak penggugat saja yang harus membuktikan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara itu yang akan menentukan siapa diantara pihak-pihak yang berperkara yang akan diwajibkan memberikan bukti, apakah pihak penggugat atau sebaliknya pihak tergugat. Secara ringkas disimpulkan bahwa hakim sendiri yang menentukan pihak yang mana yang akan memikul beban pembuktian. Didalam soal menjatuhkan beban pembuktian, hakim harus bertindak arif dan bijaksana, serta tidak boleh berat sebelah. Semua peristiwa dan keadaan yang konkrit harus diperhatikan dengan seksama olehnya.

Sebagai pedoman, dijelaskan oleh pasal 1865 BW, bahwa: “Barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana dia mendasarkan suatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-pristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu”

 

  1. Teori-Teori Tentang Penilaian Pembuktian

Sekalipun untuk peristiwa yang disengketakan itu telah diajukan pembuktian, namun pembuktian itu masih harus dinilai.

Berhubung dengan menilai pembuktian, hakim dapat bertindak bebas [contoh: hakim tidak wajib mempercayai satu orang saksi saja, yang berarti hakim bebas menilai kesaksiannya (ps. 1782 HIR, 309 Rbg, 1908 BW)] atau diikat oleh undang-undang [contoh: terhadap akta yang merupakan alat bukti tertulis, hakim terikat dalam penilaiannya (ps. 165 HIR, 285 Rbg, 1870 BW)].

Terdapat 3 (tiga) teori yang menjelaskan tentang sampai berapa jauhkah hukum positif dapat mengikat hakim atau para pihak dalam pembuktian peristiwa didalam sidang, yaitu :

  1. Teori Pembuktian Bebas.

Teori ini tidak menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim. Teori ini dikehendaki jumhur/pendapat umum karena akan memberikan kelonggaran wewenang kepada hakim dalam mencari kebenaran.

  1. Teori Pembuktian Negatif

Teori ini hanya menghendaki ketentuan-ketentuan yang mengatur larangan-larangan kepada hakim untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian. Jadi hakim disini dilarang dengan pengecualian (ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW)

  1. Teori Pembuktian Positif

Disamping adanya larangan, teori ini menghendaki adanya perintah kepada hakim. Disini hakim diwajibkan, tetapi dengan syarat (ps. 165 HIR, 285 Rbg, 1870 BW).

 

  1. Teori-Teori Tentang Beban Pembuktian

Seperti telah diuraikan sekilas diatas, maka pembuktian dilakukan oleh para pihak bukan oleh hakim. Hakimlah yang memerintahkan kepada para pihak untuk mengajukan alat-alat buktinya.

Dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori tentang beban pembuktian yang menjadi pedoman bagi hakim, antara lain:

  1. Teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka (bloot affirmatief)

Menurut teori ini siapa yang mengemukakan sesuatu harus membuktikannya dan bukan yang mengingkari atau yang menyangkalnya. Teori ini telah ditinggalkan.

  1. Teori hukum subyektif

Menurut teori ini suatu proses perdata itu selalu merupakan pelaksanaan hukum subyektif atau bertujuan mempertahankan hukum subyektif, dan siapa yang mengemukakan atau mempunyai suatu hak harus membuktikannya.

  1. Teori hukum obyektif

Menurut teori ini, mengajukan gugatan hak atau gugatan berarti bahwa penggugat minta kepada hakim agar hakim menerapkan ketentuan-ketentuan hukum obyektif terhadap pristiwa yang diajukan. Oleh karena itu penggugat harus membuktikan kebenaran daripada peristiwa yang diajukan dan kemudian mencari hukum obyektifnya untuk diterapkan pada peristiwa itu.

  1. Teori hukum publik

Menurut teori ini maka mencari kebenaran suatu pristiwa dalam peradilan merupakan kepentingan publik. Oleh karena itu hakim harus diberi wewenang yang lebih besar untuk mencari kebenaran. Disamping itu para pihak ada kewajiban yang sifatnya hukum publik, untuk membuktikan dengan segala macam alat bukti. Kewajiban ini harus disertai sanksi pidana.

  1. Teori hukum acara

Asas audi et alteram partem atau juga asas kedudukkan prosesuil yang sama daripada para pihak dimuka hakim merupakan asas pembagian beban pembuktian menurut teori ini.

 

Hakim harus membagi beban pembuktian berdasarkan kesamaan kedudukkan para pihak, sehingga kemungkinan menang antara para pihak adalah sama.

 

  1. Alat-Alat Bukti

Menurut M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Hukum Acara Perdata menyatakan bahwa alat bukti (bewijsmiddel) adalah suatu hal berupa bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam hal memberi keterangan dan penjelasan tentang sebuah masalah perkara untuk membantu penilaian hakim di dalam pengadilan. Jadi, para pihak yang berperkara hanya dapat membuktikan kebenaran dalil gugat dan dalil bantahan maupun fakta-fakta yang mereka kemukakan dengan jenis atau bentuk alat bukti tertentu. Hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih berpegang kepada jenis dan alat bukti tertentu saja.

Sebelum kami membahas sesuai dengan tema sub-bab kali ini, kami ingin memaparkan terlebih dahulu perbedaan alat bukti dalam perkara pidana dan perdata. Tidak sama jenis ataupun bentuk alat bukti yang diakui dalam perkara pidana dan perdata. Mengenai alat bukti yang diakui dalam acara perdata diatur dalam undang-undang Perdata Pasal 1866 KUH Perdata, Pasal 164 HIR sedangkan dalam acara pidana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Untuk lebih jelasnya agar dapat membandingkan antar alat bukti perdata dan pidana sebagai berikut:

 

Alat Bukti Hukum Acara Perdata

(Pasal 164 HIR, 1866 BW)

Alat Bukti Hukum Acara Pidana

Pasal 184 KUHAP

  1. Tulisan/Surat
  2. Saksi-saksi
  3. Persangkaan
  4. Pengakuan
  5. Sumpah
  6. Ket. Saksi
  7. Ket. Ahli
  8. Surat
  9. Petunjuk
  10. Ket. Terdakwa
 

 

Untuk itu, disini kami akan menjelaskan satu persatu alat bukti Hukum Acara Perdata yang tercantum dalam Pasal 1866 B.W, sebagai berikut : 

a)   Alat Bukti Tertulis (Surat).

Orang yang melakukan hubungan hukum perdata, tentulah dengan sengaja ataupun tidak membuat alat bukti berbentuk tulisan dengan maksud agar kelak dapat digunakan atau dijadikan bukti kalau sewaktu-waktu dibutuhkan. Sebagai contoh: sewa menyewa, jual beli tanah dengan menggunakan akta, jual beli menggunakan kuitansi, dan lain sebagainya. Sebelum kami membahas secara mendalam, perlulah dilihat bentuk kerangka surat atau alat bukti tertulis dibawah ini:

Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan dan dibuat di depan ataupun oleh pegawai umum atau pejabat pembuat akta tanah itu sendiri, yang dibuat sejak pemula dengan sengaja untuk pembuktian. Unsur paling penting terkait dengan pembuktian adalah tanda tangan. Barang siapa yang telah menandatangani suatu surat dianggap mengetahui isinya dan bertanggung jawab. Syarat penandatanganan dapat kita lihat pada pasal 1874 B.W..

Akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat’ (ps. 1868 KUH Perdata).

Dari penjelasan pasal diatas dapat disimpulkan bahwa akta otentik dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang yang disebut pejabat umum.  Apabila yang membuatnya pejabat yang tidak cakap – tidak berwenang atau bentuknya cacat maka menurut Pasal 1869 KUH Perdata : akta tersebut tidak sah atau tidak memenuhi syarat formil sebagai akta otentik; namun akta yang demikian mempunyai nilai kekuatan sebagai akta dibawah tangan.

Sedangkan akta dibawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan.

Akta dibawah tangan dirumuskan dalam Pasal 1874 KUH Perdata, yang mana menurut pasal diatas, akta dibawah tangan ialah :

1)   Tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan.

2)   Tidak dibuat atau ditandatangani pihak yang berwenang.

Secara khusus ada akta dibawah tangan yang bersifat partai yang dibuat oleh paling sedikit dua pihak.

 

Akta pengakuan sepihak ialah akta yang bukan termasuk dalam akta dibawah tangan yang bersifat partai, tetapi merupakan surat pengakuan sepihak dari tergugat.Oleh karena bentuknya adalah akta pengakuan sepihak maka penilaian dan penerapannya tunduk pada ketentuan Pasal 1878 KUH Perdata. Dengan demikian harus memenuhi syarat :

  1. Seluruh isi akta harus ditulis dengan tulisan tangan si pembuat dan si penandatangan;
  2. Atau paling tidak, pengakuan tentang jumlah atau objek barang yang disebut didalamnya, ditulis tangan sendiri oleh pembuat dan penanda tangan.

Selanjutnya  ada penambahan alat bukti tertulis yang sifatnya melengkapi namun membutuhkan bukti otentik atau butuh alat bukti aslinya, diantaranya adalah alat bukti salinan, alat bukti kutipan dan alat bukti fotokopi. Namun kembali ditegaskan kesemuanya alat bukti pelengkap tersebut membutuhkan penunjukan barang aslinya.

 

b)   Kesaksian

Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam persidangan. Jadi keterangan yang diberikan oleh seorang saksi haruslah kejadian yang telah ia alami sendiri, sedangkan pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berfikir tidaklah termasuk dalam suatu kesaksian.

Penerapan pembuktian dengan saksi ditegaskan dalam Pasal 1895 KUH Perdata yang berbunyi”pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Jadi prinsipnya, alat bukti saksi menjangkau semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila UU sendiri menentukan sengketa hanya dapat dibuktikan dengan akta, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan.

Alat bukti saksi yang diajukan pada pihak menurut Pasal 121 ayat (1) HIR merupakan kewajiban para pihak pihak yang berperkara. Akan tetapi apabila pihak yang berkepentingan tidak mampu menghadirkan secara sukarela, meskipun telah berupaya dengan segala daya, sedang saksi yang bersangkutan sangat relevan, menurut Pasal 139 ayat (1) HIR hakim dapat menghadirkannya sesuai dengan tugas dan kewenangannya, yang apabila tidak dilaksanakan merupakan tindakan unproffesional conduct.

Saksi yang tidak datang diatur dalam Pasal 139-142 HIR, di mana saksi yang tidak datang, para pihak dapat meminta Pengadilan Negeri untuk menghadirkannya meskipun secara paksa (Vide Pasal 141 ayat (2) HIR). Syarat-syarat alat bukti saksi adalah sebagai berikut:

1)   Orang yang Cakap

Orang yang cakap adalah orang yang tidak dilarang menjadi saksi menurut Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG dan Pasal 1909 KUH Perdata antara lain, pertama keluarga sedarah dan semenda dari salah satu pihak menurut garis lurus, kedua suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai (Vide Putusan MA No.140 K/Sip/1974. Akan tetapi mereka dalam perkara tertentu dapat menjadi saksi dalam perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 145 ayat (2) HIR dan Pasal 1910 ayat (2) KUH Perdata. Ketigaanak-anak yang belum cukup berumur 15 (lima belas) tahun (Vide Pasal 145 ke-3 HIR dan Pasal 1912 KUH Perdata), keempat orang gila meskipun terkadang terang ingatannya (Vide Pasal 1912 KUH Perdata), kelima orang yang selama proses perkara sidang berlangsung dimasukkan dalam tahanan atas perintah hakim (Vide Pasal 1912 KUH Perdata).

2)   Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan

Alat bukti saksi disampaikan dan diberikan di depan sidang pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 HIR, Pasal 171 RBG dan Pasal 1905 KUH Perdata. Menurut ketentuan tersebut keterangan yang sah sebagai alat bukti adalah keterangan yang disampaikan di depan persidangan.

3)   Diperiksa Satu Persatu

Syarat ini diatur dalam Pasal 144 ayat (1) HIR dan Pasal 171 ayat (1) RBG. Menurut ketentuan ini, terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar keterangan saksi yang diberikan sah sebagai alat bukti. Hal ini dilakukan dengan cara, pertama menghadirkan saksi dalam persidangan satu per satu, kedua memeriksa identitas saksi (Vide Pasal 144 ayat (2) HIR), ketiga menanyakan hubungan saksi dengan para pihak yang berperkara.

4)   Mengucapkan Sumpah

Syarat formil yang dianggap sangat penting ialah mengucapkan sumpah di depan persidangan, yang berisi pernyataan bahwa akan menerangkan apa yang sebenarnya atau voir dire, yakni berkata benar. Pengucapan sumpah oleh saksi dalam persidangan, diatur dalam Pasal 147 HIR, Pasal 175 RBG, dan Pasal 1911 KUH Perdata, yang merupakan kewajiban saksi untuk bersumpah/berjanji menurut agamanya untuk menerangkan yang sebenarnya, dan diberikan sebelum memberikan keterangan yang disebut dengan ”Sistim Promisoris”.

5)   Keterangan Saksi Tidak Sah Sebagai Alat Bukti

Menurut Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata, keterangan seorang saksi saja tidak dapat dipercaya, sehingga minimal dua orang saksi (unus testis nullus testis) harus dipenuhi atau ditambah alat bukti lain.

6)   Keterangan Berdasarkan Alasan dan Sumber Pengetahuan

Keterangan berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan diatur dalam Pasal 171 ayat (1) HIR dan Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata. Menurut ketentuan ini keterangan yang diberikan saksi harus memiliki landasan pengetahuan dan alasan serta saksi juga harus melihat, mendengar dan mengalami sendiri.

7)   Saling Persesuaian

Saling persesuaian diatur dalam Pasal 170 HIR dan Pasal 1908 KUH Perdata. Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa, keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti, hanya terbatas pada keterangan yang saling bersesuain atau mutual confirmity antara yang satu dengan yang lain. Artinya antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain atau antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain, terdapat kecocokan, sehingga mampu memberi dan membentuk suatu kesimpulan yang utuh tentang persitiwa atau fakta yang disengketakan.

 

c)   Persangkaan

Menurut Prof. Subekti, S.H., persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Hal ini sejalan dengan pengertian yang termaktub dalam pasal 1915 KUH Perdata “Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”. Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam sebagaimana berikut:

1)   Persangkaan Undang-undang (wattelijk vermoeden).

Persangkaan undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar.

2)   Persangkaan Hakim (rechtelijk vermoeden)

Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.

 

d)  Pengakuan

Pengakuan (bekentenis, confession) adalah alat bukti yang berupa pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan, yang dilakukan di muka hakim atau dalam sidang pengadilan. Pengakuan tersebut berisi keterangan bahwa apa yang didalilkan pihak lawan benar sebagian atau seluruhnya (Vide Pasal 1923 KUH Perdata dan Pasal 174 HIR).

Secara umum hal-hal yang dapat diakui oleh para pihak yang bersengketa adalah segala hal yang berkenaan dengan pokok perkara yang disengketakan. Tergugat dapat mengakui semua dalil gugatan yang dikemukakan penggugat atau sebaliknya penggugat dapat mengakui segala hal dalil bantahan yang diajukan tergugat. Pengakuan tersebut dapat berupa, pertama pengakuan yang berkenaan dengan hak, kedua pengakuan mengenai fakta atau peristiwa hukum.

Lalu yang berwenang memberi pengakuan  menurut Pasal 1925 KUH Perdata yang berwenang memberi pengakuan adalah sebagai berikut:

1)   dilakukan principal (pelaku) sendiri yakni penggugat atau tergugat (Vide Pasal 174 HIR);

2)   kuasa hukum penggugat atau tergugat.

Kemudian bentuk pengakuannya, berdasarkan pendekatan analog dengan ketentuan Pasal 1972 KUH Perdata, bentuk pengakuan dapat berupa tertulis dan lisan di depan persidangan dengan cara tegas(expressis verbis), diam-diam dengan tidak mengajukan bantahan atau sangkalan dan mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hukum.

 

e)   Sumpah

Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong. Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan diucapkan di muka hakim dalam persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan dikarenakan tidak adanya alat bukti lain.

Sedangkan Soedikno berpendapat bahwa “Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang hikmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat maha kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya”.

Menurut UU ada dua macam bentuk sumpah, yaitu sumpah yang “menentukan” (decissoire eed) dan “tambahan” (supletoir eed). Sumpah yang “menentukan” (decissoire eed) adalah sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak lawan dengan maksud untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim. Jika pihak lawan mengangkat sumpah yang perumusannya disusun sendiri oleh pihak yang memerintahkan pengangkatan sumpah itu, ia akan dimenangkan, sebaliknya, jika ia tidak berani dan menolak pengangkatan sumpah itu, ia akan dikalahkan. Pihak yang diperintahkan mengangkat sumpah, mempunyai hak untuk “mengembalikan” perintah itu, artinya meminta kepada pihak lawannya sendiri mengangkat sumpah itu. Tentu saja perumusan sumpah yang dikembalikan itu sebaliknya dari perumusan semula. Misalnya, jika rumusan yang semula berbunyi : “Saya bersumpah bahwa sungguh-sungguh Saya telah menyerahkan barang” perumusan sumpah yang dikembalikan akan berbunyi “Saya bersumpah bahwa sungguh-sungguh Saya tidak menerima barang”. Jika sumpah dikembalikan, maka pihak yang semula memerintahkan pengangkatan sumpah itu, akan dimenangkan oleh hakim apabila ia mengangkat sumpah itu. Sebaliknya ia akan dikalahkan apabila dia menolak pengangkatan sumpah itu.

Jika suatu pihak yang berperkara hendak memerintahkan pengangkatan suatu sumpah yang menentukan, hakim harus mempertimbangkan dahulu apakah ia dapat mengizinkan perintah mengangkat sumpah itu. Untuk itu hakim memeriksa apakah hal yang disebutkan dalam perumusan sumpah itu sungguh-sungguh mengenai suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh pihak yang mengangkat sumpah atau suatu peristiwa yang telah dilihat sendiri oleh pihak itu. Selanjutnya harus dipertimbangkan apakah sungguh-sungguh dengan terbuktinya hal yang disumpahkan itu nanti perselisihan antara kedua pihak yang berperkara itu dapat diakhiri, sehingga dapat dikatakan bahwa sumpah itu sungguh-sungguh “menentukan” jalannya perkara. Suatu “sumpah tambahan”, adalah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim pada salah satu pihak yang beperkara apabila hakim itu barpendapat bahwa didalam suatu perkara sudah terdapat suatu “permulaan pembuktian”, yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang terdapat itu. Hakim, leluasa apakah ia akan memerintahkan suatu sumpah tambahan atau tidak dan apakah suatu hal sudah merupakan permulaan pembuktian.

Untuk lebih jelasnya kami membuatkan table tentang perbedaan antar kedua macam sumpah ini;

Sumpah

Decissoir

Suppletoir

  1. Diminta oleh salah satu pihak kepada pihak lawan
  2. Alat bukti kuat yang menentukan keputusan;
  3. Dapat dikembalikan;
  4. Dilakukan dalam tiap keadaan.
  5. Diminta oleh hakim (atas perintah hakim kepada salah satu pihak);
  6. Merupakan alat bukti tambahan;
  7. Tidak dapat dikembalikan;
  8. Hanya dilakukan apabila telah ada bukti permulaan bukti.
 

 

Dikenal juga dalam Hukum Acara Perdata sumpah aestimatoir (penaksiran) yang diangkat oleh salah satu pihak atas perintah hakim untuk mengucapkan sumpah dalam rangka menentukan jumlah kerugian yang diderita atau mengenai suatu harga barang tertentu yang disengketakan.

 


 

Daluwarsa (Lewat Waktu) menurut KUH Perdata

1. Daluwarsa pada Umumnya

  • Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Seseorang tidak boleh melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya tetapi boleh melepaskan suatu daluwarsa yang telah diperolehnya.
  • Pelepasan daluwarsa dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
  • Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan sesuatu, juga tidak boleh melepaskan daluwarsa diperolehnya.
  • Hakim, karena jabatannya, tidak boleh mempergunakan daluwarsa. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya daluwarsa, bahkan pada tingkat banding pun.
  • Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat melawan pelepasan daluwarsa yang dilakukan oleh debitur yang secara curang bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang yang lain tersebut. Seseorang tidak dapat menggunakan daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam perdagangan.
  • Pemerintah yang mewakili negara, Kepala Pemerintahan Daerah yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum, tunduk pada daluwarsa sama seperti orang perseorangan, dan dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
  • Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya daluwarsa, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus- putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas. Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang atau perbuatan membiarkan begitu saja, tidaklah menimbulkan suatu bezit yang dapat membuahkan daluwarsa.
  • Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan bahwa ia menguasai sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi pembuktian hal yang sebaliknya. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, dapatlah seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya orang yang lebih dahulu berkuasa dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas hak umum maupun dengan alas hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.
  • Orang yang menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan daluwarsa, berapa lama pun waktu yang telah lewat. Demikian pula seorang penyewa, seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, tak dapat memperoleh barang itu
  • Mereka dapat memperoleh hak milik dengan jalan daluwarsa, jika alas hak bezit mereka telah berganti, baik karena suatu sebab yang berasal dari pihak ketiga, maupun karena pembantahan yang mereka lakukan terhadap hak milik. Mereka yang telah menerima suatu barang, yang diserahkan dengan alas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan dan orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan daluwarsa.
  • Daluwarsa dihitung menurut hari, bukan menurut jam. Daluwarsa itu diperoleh bila hari terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.

2. Daluwarsa sebagai Suatu Sarana Hukum untuk Memperoleh Sesuatu

  • Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu bezit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluwarsa.
  • Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya.
  • Suatu tanda alas hak yang batal karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu daluwarsa selama dua puluh tahun.
  • Itikad baik harus selalu dianggap ada, dan barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk, wajib membuktikannya. Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik itu sudah ada.

3. Daluwarsa sebagai Suatu Alasan untuk Dibebaskan dari Suatu Kewajiban

  • Semua tuntuan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya daluwarsa itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.
  • Semua tuntutan ini daluwarsa dengan lewatnya waktu satu tahun:
  1. tuntutan para ahli dan pengajar dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang mereka berikan dalam tiap-tiap bulan atau waktu yang lebih pendek;
  2. tuntutan para penguasa rumah penginapan dan rumah makan, untuk pemberian penginapan serta makanan;
  3. tuntutan para buruh yang upahnya harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah daluwarsa yang kurang dari satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu.
  • Semua ini daluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun:
  1. tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan, untuk kunjungan dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawatan dan pemberian obat-obatan;
  2. tuntutan para juru sita, untuk upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada mereka;
  3. tuntutan para pengelola sekolah berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi muridnya, begitu pula tuntutan pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang mereka berikan;
  4. tuntutan pada buruh, kecuali mereka yang dimaksudkan dalam Pasal 1968, untuk pembayaran upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut Pasal 1602 q;
  • Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka dan tuntutan para pengacara untuk pembayaran persekot dan upah mereka, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari diputusnya perkara, hari tercapainya perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu. Dalam hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun.
  • Tuntutan para notaris untuk pembayaran persekot dan upah mereka, daluwarsa juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang bersangkutan.
  • Semua ini daluwarsa dengan lewatnya waktu lima tahun:
  1. tuntutan para tukang kayu, tukang batu dan tukang lain untuk pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah mereka;
  2. tuntutan para pengusaha toko untuk pembayaran barang-barang yang telah mereka serahkan, sekedar tuntutan ini mengenai pekerjaan dan penyerahan yang tidak mengenai pekerjaan tetap debitur;
  • Daluwarsa yang telah disebutkan terjadi, meskipun seseorang terus melakukan penyerahan, memberikan jasa dan menjalankan pekerjaannya. Daluwarsa itu hanya berhenti berjalan, bila dibuat suatu pengakuan utang tertulis, atau bila daluwarsa dicegah. Namun demikian, orang yang kepadanya diajukan dapat menuntut supaya mereka yang menggunakan daluwarsa itu bersumpah bahwa utang mereka benar-benar telah dibayar.
  • Kepada para janda dan para ahli waris, atau jika mereka yang disebut terakhir ini belum dewasa, kepada para wali mereka, dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak tahu tentang adanya utang yang demikian.
  • Para Hakim dan Pengacara tidak bertanggung jawab atas penyerahan surat-surat setelah daluwarsa lima tahun sesudah pemutusan perkara. Para juru sita dibebaskan dari pertanggungjawaban tentang hak itu setelah daluwarsa dua tahun, terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta-akta ditugaskan kepada mereka.
  • Semua ini daluwarsa setelah lewatnya waktu lima tahun:
  1. bunga atas bunga abadi atau bunga cagak hidup;
  2. bunga atas tunjangan tahunan untuk pemeliharaan;
  3. harga sewa rumah dan tanah;
  4. bunga atas utang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek;
  • Daluwarsa berlaku bagi anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan; hal ini tidak mengurangi tuntutan mereka akan ganti rugi terhadap para ahli waris atau para pengampu mereka.
  • Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus di bayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya. Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu kepadanya.

4. Sebab-sebab yang Mencegah Daluwarsa

  1. Daluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
  2. Daluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh daluwarsa itu.
  3. Gugatan di muka Hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah daluwarsa.
  4. Namun daluwarsa tidak dicegah, bila peringatan atau gugatan dicabut atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entah karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat daluwarsanya.
  5. Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya daluwarsa berjalan, yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang menguasainya atau dibitur, juga mencegah daluwarsa.
  6. Pemberitahuan kepada salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah daluwarsa terhadap para debitur lain, bahkan pula terhadap para ahli waris mereka.
  7. Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung- menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut, tidaklah mencegah daluwarsa terhadap para ahli waris debitur lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
  8. Dengan pemberitahuan atau pengakuan itu maka daluwarsa terhadap para debitur lain tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
  9. Untuk mencegah daluwarsa seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada sesuatu pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu.
  10. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan yang diberikan oleh debitur utama mencegah daluwarsa terhadap penanggung utang.
  11. Pencegahan daluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.

5. Sebab-sebab yang Menangguhkan Daluwarsa

  1. Daluwarsa berlaku terhadap siapa saja, kecuali terhadap mereka yang dikecualikan oleh undang-undang.
  2. Daluwarsa tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
  3. Daluwarsa tidak dapat terjadi di antara suami istri.
  4. Daluwarsa tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada dalam status perkawinan:
  • bila tuntutan istri tidak dapat diteruskan, kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan melepaskannya
  • bila suami, karena menjual barang milik pribadi istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan itu, dan tuntutan istri harus ditujukan kepada suami.
  1. Daluwarsa tidak berjalan:
  • terhadap piutang yang bersyarat, selama syarat ini tidak dipenuhi;
  • dalam hal suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang yang bersangkutan kepada orang lain;
  • terhadap suatu piutang yang baru dapat ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama hari itu belum tiba.
  1. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan, tidak dapat dikenakan daluwarsa mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan.
  2. Daluwarsa berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
  3. Daluwarsa itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan perundingan mengenai warisannya. 

Pengantar Ilmu Pendidikan

 

 

 

 

 

MAKALAH

HAKIKAT PENDIDIKAN

Disusun oleh:

Kelompok I

1. Nizar Maulidina                         (7101413283)

2. Af’idhatul Fatah                        (7101413292)

3. Siti Solichati                               (7101413294)

4. Sri Handayani                                      (7101413356)

5. Merisa Irmadita Asri                 (7101413391)

 

Pend. Administrasi Perkantoran B

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

ANGKATAN 2013

 

KATA PENGANTAR

            Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu Pendidikan.

            Makalah ini dapat diselesaikan dengan kerjasama kelompok yang baik dan kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Muhayat Wiji Urip Wahyudiselaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Bisnis.
  2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

            Kami juga menyadari bahwa penyusunan makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami berharap saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik.

            Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

 

 

                                   

                                                                                                            Semarang, Maret 2014

 

 

                                                                                                                        Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

                                                                                                                                    Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………        …………………………..      ….       1

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….        ………………………………….       2

DAFTAR ISI………..……………………………………………………………………………….           3

BAB I   PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah …………………………….. …………………………………    
  2. Rumusan Masalah……………………………………… …………………………………    
  3. Tujuan……..………………………………………………………………………………   …       

BAB II   PERMASALAHAN

  1. konsep dari Ilmu Pendidikan itu
  2. tujuan Ilmu Pendidikan
  3. ruang lingkup dari Ilm Pendidikan
  4. maksud dari Pendidikan sepanjang hayat
  5. sifat-sifat dari Ilmu Pendidikan
  6. unsur-unsur dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan

 

BAB III   PEMBAHASAN

BAB V   PENUTUP

  1. Kesimpulan……………………………………………………………..       ………………………           
  2. Saran                                                            ………………………………………….         

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..        …………………………………………..                                

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

 

 

  1. Rumusan Masalah

Cakupan masalah yang akan dibahas dalam makalah bisnis ini adalah :

  1. Apa konsep dari Ilmu Pendidikan itu?
  2. Apa tujuan Ilmu Pendidikan?
  3. Apa ruang lingkup dari Ilmu Pendidikan?
  4. Bagaimana yang dimaksud dengan Pendidikan sepanjang hayat?
  5. Apa sifat-sifat dari Ilmu Pendidikan?
  6. Apa unsur-unsur dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan?

 

  1. Tujuan

Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah:

  1.       Mengetahui konsep Ilmu Pendidikan;
  2.       Mengetahui tujuan dari Ilmu Pendidikan;
  3.       Mengetahui ruang lingkup Ilmu Pendidikan;
  4.       Mengetahui makna Pendidikan sepanjang hayat
  5.       Mengetahui sifat-sifat dari Ilmu Pendidikan;
  6.       Mengetahui unsur-unsur dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. HAKIKAT PENDIDiKAN

Hakikat pendidikan diartikan sebagai kupasan secara konseptual terhadap kenyataan-kenyataan kehidupan manusia baik disadari maupun tidak disadari manusia telah melaksanakan pendidikan mulai dari keberadaan manusia pada zaman primitif  sampai zaman modern (masa kini), bahkan selama masih ada kehidupan manusia di dunia, pendidikan akan tetap berlangsung. Kesadaran akan konsep tersebut diatas menunjukkan bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan. Artinya sebagai pertanda  bahwa manusia sebagai makluk budaya yang salah satu tugas kebudayaan itu tampak pada proses pendidikan (Syaifullah,1981).

Maka pembahasan tentang hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang menyeluruh dari segi kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep pendidikan. Karena itu pembahasan hakikat pendidikan meliputi pengertian-pengertian: pendidikan dan ilmu pendidikan; pendidikan dan sekolah; dan pendidikan sebagai aktifitas sepanjang hayat. Komponen-komponen pendidikan yang meliputi: tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, kurikulum dan metode pembelajaran.

 

 

  1. Konsep Ilmu Pendidikan

Pandangan ini berasal dari Eropa Barat, khusunya Belanda dengan ahli pendidikannya yang terkenal bernama Langeveld. Di negara ini pendidikan secara resmi diakui sebagai Ilmu Pendidikan pada tahun 1925.  Ilmu Pendidikanadalah Ilmu yang mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang di usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan: proses, cara, pembuatan mendidik.

Pengertian ilmu pendidikan disampaikan oleh para pakar, antara lain :

  1. Prof. Dr. N. Driyarkara; pemikiran ilmiah tentang realitas yang disebut pendidikan (mendidik dan dididik).
  2. Prof. M. J. Langeveld; Paedogogic atau ilmu mendidik merupakan suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
  3. Dr. Sutari Imam Barnadib; ilmu pendidikan mempelajari suasana dan proses-proses pendidikan.
  4. Prof. Brodjonegoro; ilmu pendidikan merupakan teori pendidikan, perenungan, tentang pendidikan.

Objek pendidikan ada dua macam, yaitu objek materi dan objek formal. Yang dimaksud dengan objek materi dan materinya atau bendanya yang dikenai pendidikan yaitu para peserta didik dan warga belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan objek formal pendidikan ialah gejala yang tampak, dirasakan, dihayati, dan diekspresikan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Banyak ilmu yang berkaitan dengan manusia, seperti sosiologi, psikologi, biologi, pendidikan, dan sebagainya yang berobyek materi sama yaitu manusia, namun yang membedakan ilmu itu adalah objerk formalnya. Bila objek formal sosiologi adalah kemasyarakatn, objek formal psikologi adalah kejiwaan, objek formal biologi adalah jasmaniah, maka objek formal pendidikan adalah perilaku peserta didik dan warga belajar.

  1. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan

Menurut Made Pinarta (2006: 7), Ilmu Pendidikan dibentuk oleh sejumlah cabang ilmu yang terkait satu dengan yang lain membentuk suatu kesatuan. Masing-masing cabang ilmu pendidikan dibentuk oleh sejumlah teori. Cabang-cabang ilmu pendidikan yang dimaksud adalah:

a. Pendidikan Teoretis

b. Sejarah Pendidikan dan Perbandingan Pendidikan

c. Pengembangan Kurikulum

d. Didaktik Metodik atau Proses Belajar Mengajar

e. Media dan Alat Belajar

f. Komunikasi dan Informasi Pendidikan

g. Bimbingan dan Konseling

h. Evaluasi Pendidikan

i. Profesi dan Etika Pendidik

j. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan

l. Organisasi dan Menejemen Pendidikan

m. Statistik dan Penelitian Pendidikan

Cabang-cabang ilmu pendidikan ini, suatu ketika sangat mungkin akan berkembang menjadi ilmu tersendiri. Bila kita perhatikan cabang-cabang Ilmu Pendidikan di atas, tampak dengan jelas merupakan sesuatu yang sistematis. Butir 1 dan 2 menjelaskan tentang Ilmu Pendidikan secara global atau menyeluruh. Butir 3 sampai dengan 6 membahas tentang bahan dan prosesing pendidikan. Butir 7 sampai dengan 8 membahas tentang faktor menunjang proses pendidikan. Butir 9 khusus tentang pendidik. Butir 10 sampai dengan 12 membahas tentang penyelenggaraan pendidikan. Dan butir 13, membahas tentang alat –alat mengembangkan ilmu pendidikan. Di samping sistematika tersebut di atas, ada masing-masing cabang itu sendiri juga materinya tersusun secara sistematis.

  1. Tujuan Ilmu Pendidikan   

pendidikan mempunyai dua tujuan besar yakni mengembangkan individu dan masyarakat yang “ smart and good” (Lickona 1992 : 6). Konsepsi tujuan tersebut mengandung arti bahwa tujuan pendidikan tidak lain adalah mengembangkan individu dan masyarakat agar cerdas (smart) dan baik (good).

Secara elaboratif  tujuan ini oleh bloom dkk (1962) dirinci menjadi tujuan pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik, yakni pengembangan pengetahuan dan pengertian, nilai dan sikap, dan keterampilan psikomotorik.

Pasal 1 butir 1 UU Sidikan 20/2003, ditegaskan bahwa pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif  mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, penendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pasal 3 dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia yaitu:

  1.  Hubungan dengan Tuhan Ialah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2.  Pembentukan pribadi mencakup budi pekerti yang luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tanggug, cerdas, dan kreatif.
  3.  Bidang usaha mencakup keterampilan, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung  jawab, dan produktif.
  4.  Kesehatan yang mencakup kesehatan jasmani dan rohani.

   Keempat kelompok ini sudah mencakup keseluruhan perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Setiap orang normal membutuhkan pembentukan diri, baik dari segi kepribadian, kesehatan, maupun kemampuan mempertahankan hidup dan tanggung jawabnya kepada Tuhan Ynag Maha Esa sebagai pencipta. Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia-manusia yang lebih berbudaya, manusia yang memiliki kepribadian yang baik.[9

 

 

  1. Pendidikan Sepanjang Hayat

 

Life long education cenderung melihat pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh yang berjalan terus-menerus seolah-olah tidak ada batasannya sampai meninggal. Ini berarti bahwa pendidikan itu tidak hanya penting bagi anak-anak (yang biasa dianggap belum siap kehidupan sosialnya dan melakukan peranan masyarakat dewasa), tetapi juga penting untuk orang dewasa maupun orangtua dalam rangka pencapaian perkemmbangan manusia yang penuh.

 

Bahwa manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu kehidupan yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.

 

      Pendidikan sepanjang hayat merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi,dan di dalam masyarakat yang saling mempengaruhi seperti saat zaman globalisasi sekarang ini.Setiap manusia dituntut untuk menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi baru.Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kkritik yang dilontarkan  pada sekolah.Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup-kebutuhan hidup atau tuntunan manusia yang makin meningkat.Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanka-kanak sampai dewasa,tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang berkembang pesat.Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel.Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal inovasi secara terus menerus.

           

 

 

  1. Sifat-Sifat Ilmu Pendidikan

Menurut Munib (2006: 34) ada beberapa sifat dari ilmu pendidikan, yaitu:

1. Ilmu pendidikan sebagai Ilmu yang Bersifat Deskriptif-Normatif

Ilmu pendidikan itu selalu berhubungan dengan soal siapakah “manusia” itu. Pembahasan tentang, siapakah manusia biasaya termasuk bidang filsafat, yaitu filsafat antropologi. Pandangan filsafat tentang manusia sangat besar pengaruhnya terhadap konsep serta praktik-praktik pendidikan. Karena pandangan filsafat itu menentukan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh seorang pendidik atau suatu bangsa yang melaksanakan  pendidikan.

Nilai yang dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk menentukan cirri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui praktik pendidikan. Nilai-nilai ini diperoleh hanya dari praktik dan pengalaman mendidik, tapi secara normatif bersumber dari norma masyarakat, norma filsafat, dan pandangan hidup, bahkan juga dari keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang.

Untuk menjelaskan bahwa sistem nilai menjadi norma bagi pendidikan, maka di bawah ini kami sajikan beberapa uraian sebagai berikut :

a. Di Yunani Kuno orang sangat mementingkan tujuan pendidikan, yaitu pembentukan warga negara yang kuat. Orang Yunani mempunyai pandangan, bahwa manusia dilihat sebagai makhluk bermain (humo iudens). Jadi yang utama adalah pendidikan jasmani, karena di dalam tubuh yang sehat terdapat juga jiwa yang sehat (men sana in corpora sano). Dapat dipahami latar belakang mengapa mereka berpandangan demikian. Oleh karena Yunani terdiri atas negara yang banyak mengalami ketegangan, sehingga memerlukan kemampuan untuk mengatasi keadaan yang sulit. Sementara itu Yunani terdiri atas polis-polis (negara kota) yang saling berperang.

b. Pada abad ke-17, 18, dan 19 di Eropa Barat tampak Rasionalisme yang sangat kuat. Eropa Barat mempunyai pandangan tentang manusi sebagai berikut :

Manusia adalah makluk berfikir (homo sapiens), akal sebagai pangkal otak. Orang sangat menjunjung tinggi akal, baik akal teoritis maupun akal praktis. Dengan akal menusia menghasilkan pengetahuan. Dengan pengetahuan manusia dapat berbuat baik dalam pengertian sempurna. Sebagai contoh kita kembali ingat kepada Rene Descartes dengan metode keraguanya yang bersemboyan: “eogito ergo sun”, yang artinya saya berfikir, jadi saya ada. Oleh karena saya sadar bahwa saya ada, maka ada yang meng-Ada-kan dan yang meng-Ada-kan itu sempurna, maka yang diciptakan itu sempurna. Atas dasar titik tolak itu, maka paham ini berpendapat, bahwa akal (pengetahuan) maha kuasa.

John Lock, bapak Empirisme yang sangat mementingkan pengaruh pendidikan atas dasar teori tabularasa. Dari contoh-contoh di atas kelihatan, bahwa ada nilai-nilai tertentu yang menjadi norma, misalnya pengetahuan yang merupakan norma bagi pelaksana pendidikan.

c. Di Amerika Serikat kita berkenalan dengan John Dewey dengan filsafat Pragmatisme dan Etika Utilirianisme beserta dengan Psikologi Behaviorisme. Normanya terletak pada :”bahwa kebenaran itu terletak pada kenyataan yang praktis”. Apa yang berguna untuk diri itu adalah benar. Segala yang sesuai dengan praktik itulah yang benar.

Pandangan ini sangat berpengaruh dalam psikologi dan menghasilkan metode-metode mendidik dengan cara mendriil dan pelatihan yang pada akhirnya menghasilkan manusia sebagai mesin yang berdasarkanrespons terhadap stimulus.

 

2. Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu yang Bersifat Teoritis dan Praktis-Pragmatis

Pada umumnya ilmu mendidik tidak hanya mencari pengetahuan diskriptif tentang objek pendidikan, melainkan ingin juga mengetahui bagaimana cara sebaiknya untuk berfaedah terhadap objek didiknya. Jadi dilihat dari maksut dan tujuanya, ilmu mendidik boleh disebut “ilmu yang praktis”, sebab ditujukan kepada praktik dan perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya. Walaupun ilmu pendidikan ditujukan kepada praktik mendidik, namun perlu dibedakan ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat praktis-pragmatis.

Dalam ilmu mendidik teoritis kita bedakan, ilmu mendidik teoritis menjadi ilmu mendidik sistematis dan ilmu mendidik historis. Dalam ilmu mendidik teoritis para cerdik pandai mengatur dan mensistematiskan di dalam pemikiranya apa yang tersusun sebagai pola pemikiran pedidikan. Jadi dari praktik-praktik pendidikan disusun pemikiran-pemikiran secara teoritis. Pemikiran teoritis ini disusun dalam satu sistem pendidikan dan biasanya disebut ilmu mendidik teoritis. Ilmu mendidik teoritis ini disebut juga ilmu mendidik sistematis. Jadi sebenarnya kedua istilah itu mempunya arti yang sama, yaitu teoritis sama saja dengan sistematis.

Dalam rangka membicarakan ilmu mendidik teoritis perlu diperhatikan sejarah pendidikan. Dengan mempelajari sejarah endidikan itu terlihat telah tersusun pandangan – pandangan teoritis yang dapat dipakai sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya.

Dapat disimpulkan bahwa ilmu mendidik sistematis mendahului ilmu mendidik historis. Akan tetapi ilmu mendidik historis memberikan bantuan dan memperkaya ilmu mendidik sistematis. Kedua-duanya membantu para pendidik agar berhati – hati dalam raktik – praktik pendidikan.

Para pendidik yang jenius itu sebenarnya juga menggunakan teorinya sendiri, walapun teori tersebut belum disistematiskan. Seorang mahaguru ilmu mendidik J.M Gunning pernah berkata: “teori tanpa praktik adalah baik pada kaum cerdik cendekiawan dan praktik tanpa teori hanya terdapat pada orang gila dan para penjahat”. Akan tetapi pada kebanyakan pendidik diperlukan teori dan praktik berjalan bersama-sama.

  1. Unsur-unsur dan faktor-faktor yang mmempengaruhi pendidikan
  2. PESERTA DIDIK                    

Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi perkembangan mental.Setiap individu memerlukan bantuan dan perkembangan pada tingkat yang sesuai dengan tugas perkembangan setiap anak didik. Peserta didik berbeda menurut kodratnya di mana ia sedang mendapatkan pendidikan. Dalam keluarga yang berfungsi sebagai peserta didik adalah anak, di sekolah-sekolah adalah murid, di masyarakat yaitu anak-anak yang mebutuhkan bimbingan dan pertolongan menurut lembaga yang mengasuh pendidikan tersebut.Dengan demikian pendidikan harus memahami irama perkembangan setiap peserta didik pada tiap-tiap tingkat perkembangan sehingga memungkinkan memberikan bantuan yang tepat dan berdaya guna. Adapun hubungan antara pendidik dan peserta didik itu dalam proses belajar mengajar itulah yang merupakan faktor yang sangat menentukan.

Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unsur anak didik sebagai sasaran dari pada kegiatan tersebut. Yang dimaksudkan dengan anak didik di sini adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah dewasa, guna dapat melaksankan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu yang mandiri.

Sudah di jelaskan bahwa anak pada waktu lahir mendapkan bekal berupa perbuatan sikap yang di sebut insting.Insting tidak banyak berperan dalam kehidupan manusia.Selain itu, juga mendapatkan bekal berupa benih dan potensi yang mempunyai kemungkinan berkembang pada waktunya dan apabila ada kesempatan dan stimulusnya melalui kegiatan pendidikan yang diberikan padanya.Benih atau potensi tersebut dinamakan pembawaan.

Setiap anak didik mempunyai pembawaan yang berlainan.Karena itu pendidik wajib senantiasa berusaha untuk mengetahui pembawaan masing-masing anak didiknya, agar layanan pendidikan yang diberikan itu sesuai dengan keadaan pembawaan masing-masing.

  1. PENDIDIK

Pendidik atau guru banyak diartikan orang, ada yang mengatakan di gugu lan ditiru (Jawa), yaitu orang yang harus di gugu dan di tiru oleh semua muridnya. Artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan di yakini sebagai kebenaran oleh semua muridnya dan sekaligus untuk diteladani. Adapun definisi guru menurut :

a.       Zakiyah Daradjat

Mengartikan  guru adalah pendidik professional, karena secara inplisit ia telah menerima dan memikul sebagian tanggung jawab orang tua murid ketika menyekolahkan anaknya ke sekolah atau madrasah, berarti telah melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru.

b.       Poerwadarminta

Mengartikan guru adalah orang yang kerjanya mengajar.

Guru dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif maupun potensi psikomotorik dan mampu mandiri secara makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial dalam memenuhi tugasnya sebagai makhluk Allah.

Pekerjaan Guru adalah mendidik. Mendidik itu merupakan suatu usaha yang amat kompleks, mengingatkan banyaknya kegiatan yang harus diantisipasi untuk membantu anak didik menjadi orang yang dewasa. Kecakapan mendidik mutlak diperlukan, agar  tujuan pendidikan itu dapat tercapai, untuk itu seorang guru benar-benar dituntut untuk bekerja secara profesional. Dengan kata lain guru adalah pekerjaan profesional.     

  1. TUJUAN

Setiap kegiatan pendidikan baik di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat tentu memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte Theoretische Paedagogiek dibedakan adanya berbagai macam tujuan pendidikan sebagai berikut:

  • Tujuan Umum
  • Tujuan tidak sempurna
  • Tujuan sementara
  • Tujuan perantara
  • Tujuan insidental
  • Tujuan khusus
  1. Isi Pendidikan

Yang termasuk isi pendidikan ialah sgala sesuatu yang oleh pendidikan langsung diberikan kepada kepada peserta didik dan diharapkan untuk dikuasai peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, syarat-syarat pemilihan materi pelajaran harus mendapatkan perhatian tersendiri. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah (a)materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan dan, (b)materi harus sesuai dengan peserta didik.

  1. METODE-METODE PEMBELAJARAN.

a.       Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar metode ini terdapat di dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 23

b.      Metode Tanya jawab

Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.

c.       Metode diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar (dialog).

d.      Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh guru dan murid harus mempertanggung jawabkannya.

e.       Metode Demontrasi

Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.

f.       Metode Amsal/perumpamaan

Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.

g.      Metode Targhib dan Tarhib

Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.

h.      Metode pengulangan (tikror)

Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan.

Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.

  1. Lingkungan

Situasi lingkungan pada dasarnya juga dapat mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan yang dimaksud meliputi: lingkungan sosial budaya,lingkungan fisik dan lingkungan alam fisis. Sebagai salah satu unsur pendidikan, situasi lingkungan secara potensial dapat meanunjang atau menghambat usaha pendidikan

Yang jelas antara situasi lingkungan dan unsur-unsur lainnya, seperti: peserta didik, pendidik, tujuan, isi pendidikan, dan metode saling berhubungan dan mempengaruhi dalam pelaksanaan proses pendidikan. Pada hal-hal tertentu, yaitu situasi lingkungan tertentu dapat berpengaruh negatif terhadap pendidikan, maka situasi lingkungan tersebut menjadi pembatas pendidikan.

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. KESIMPULAN

Suatu pendidikan di mulai dari keberadaan manusia pada zaman primitif sampai zaman modern (masa kini), bahkan selama masih ada kehidupan manusia didunia pendidikan akan tetap berlangsung karena itu adalah hakikat manusia dalam kehidupannya.

Dalam pendidikan ada 1). Tujuan pendidikan yaitu: mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2). Pendidik atau guru banyak diartikan orang, ada yang mengatakan di gugu lan ditiru (Jawa), yaitu orang yang harus di gugu dan di tiru oleh semua muridnya. Artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan di yakini sebagai kebenaran oleh semua muridnya dan sekaligus untuk diteladani.3).Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi perkembangan mental.4).kurikulum adalah rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya.5). metode pembelajaran.

Pendidikan sangat bermanfaat dikehidupan selanjutnya karena pendidikan dapat mengangakat harkat dan martabat seseorang, dan pendidikan tidak akan pernah pudar.

                                  

 

  1. SARAN
  1.  Sebaiknya kita tidak hanya mendengar kata pendidikan, tapi kita harus mengetahui apa arti sebenarnya dari pendidikan, dan apa yang dimaksud dengan pendidikan.
  2.  Sebaiknya kita harus mengejar pendidikan, atau mempelajari suatu ilmu, karena pendidikan digunakan sepanjang hayat.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

http://andira95.blogspot.com/2013/06/hakikat-pendidikan.html

http://majlisdaruth-tholabahsogundoro.blogspot.com/2013/03/hakikat-manusia-dan-pendidikan.html

Munib, Achmad, dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Universitas Negari Semarang Press.

http://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/konsep-dasar-ilmu-pendidikan/

Sistem Hukum dan Sumber Hukum

v  Sumber hukum

  1. Sumber Hukum Material

Adalah sumber hukum yang isinya mengikat masyarakat untuk mematuhinya karena sesuai dan bersumber dari kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut.

  1. Sumber Hukum Formal

Adalah sumber hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan wajib dipedomani karena cara pembentukannya diterima oleh masyarakat tersebut.

  1. Undang – Undang (Statue)

Merupakan suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat , diadakan, dan dipelihara oleh penguasa Negara.

  1. Kebiasaan( Custom)

Menurut kansil (1977), kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.

  1. Yurisprudensi

Adalah keputusan hakim terdahulu yang diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim-hakim berikutnya apabila menghadapi kasus yang sama.

  1. Traktat ( Treaty)

Adalah perjanjian diantara dua Negara atau lebih mengenai suatu hal.

  1. Pengapat Ahli Hukum(Doktrin)

v  Asas –Asas Hukum

  1. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis

Asas ini berarti hukum ataupun perundang-undangan yang bersifat umum mengesampingkan hukum atau perudang-undangan yang bersifaat umum.

Jika terjadi konflik atau pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang khusus dengan yang umum maka yang berlaku adalah perundang-undangan yang bersifat khusus.

  1. Asas Lex Superiori Derogat Legi Inferiori

Asas ini berarti peraturan atau hukum yang lebih tinggi tindakannya mengalahkan peraturan atau hukum yang lebih rendah tingkatannya.

Jika terjadi konflik atau perbedaan antara peraturan atau hukum yang lebih tinggi tingkatannya dengan yang lebih rendah maka yang lebih tinggi didahulukan.

  1. Asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori

Asas ini berarti pada peraturan yang tingkatannya sederajat peraturan yang baru mengalahkan peraturan yang lama apabila mengatur substansi yang sama, namun bertentangan.

v  Perbidangan Ilmu Hukum

Hukum itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya.

Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :

  1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata.
  2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.

    Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :

  3. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
  4. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.

Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :

  1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
  2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
  3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
  4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.

Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing.

Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi :

  1. Hukum Privat (Hukum Sipil), adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan warganegara. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetap dalam arti sempit hukum sipil disebut juga hukum perdata.
  2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan administrasi negara.
    a. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan negara
    b. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan alat perlengkapan negara.
    c. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat perlengkapan negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah.

Menurut cara mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi :

  • Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana, Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata Materiil.
  • Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. Contoh Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
  1. Menurut waktu berlakunya
  2. Hukum Positif ( ius constitutum ), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu Negara atau daerah tertentu.
  3. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.

 

v  Subyek Hukum

  1. Manusia (Natuurlijke Persoon)

Manusia dalam pengertian ini adalah orang yang dilahirkan secara biologis ataupun natural.

Berlakunya maunusia sebagai subjek hukum mulai dari sejak ia dilahirkan dalam keadaan hidup. Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.

  1. Badan Hukum (Recht Person)

Badan hukum merupakan badan atau himpunan ataupun kumpulan orang-orang dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama. Tidak semua perkumpulan atau organisasi badan hukum. Badan hukum memiliki tujuan dalam bidang sosial, pendidikan, agama, atau ekonomi. Badan hukum dilahirkan oleh hukum atau undang-undang yang diciptakan oleh manusia. Contoh: sebuah perseroan terbatas(PT), sebuah yayasan yang memperoleh kedudukan sebagai badan hukum karena dinyatakan dalam undang-undang

 

v    Objek Hukum

            Adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dan yang dapat menjadi objek perhubungan hukum. Wujud dari objek hukum adalah benda yang dapat di hak’i dan menjadi objek hak seseorang

  1. NORMA

ý       Pengertian Norma

Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm. Dalam kamus oxfort norm berarti usual or expected way of behaving yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara berprilaku.

Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak prilaku seseorang.

Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat, yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma.

 

ýJenis-Jenis Norma

Jenis-jenis norma yang ada dalam masyarakat adalah sebagai berikut.

1. Norma Agama

Norma agama adalah peraturan hidup yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa guna menciptakan kehidupan bahagia di dunia dan akhirat. Sumber norma ini adalah kitab suci dari setiap agama yang dianut

Norma agama bersifat abadi dan universal. Abadi berarti norma agama berlaku selama manusia hidup di dunia, sedang universal berarti norma agama berlaku untuk semua umat beragama. Pelanggaran norma agama menimbulkan dosa dan diancam hukuman dari Tuhan di akhirat nanti, sedangkan yang mematuhi akan mendapat pahala.

2. Norma Kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia. Norma ini juga merupakan aturan hidup tentang perilaku baik dan buruk. Pedoman berperilaku ini dilakukan berdasarkan kebenaran dan keadilan.

Norma kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan sanksi sosial , seperti cibiran atau cemoohan masyarakat sampai diasingkan dari lingkungan masyarakat.

 

3. Norma Kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan hidup atau nilai-nilai yang diatur oleh agama maupun adat-istiadat masyarakat. Norma kesopanan merupakan pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada di sekitarnya.

Norma kesopanan merupakan norma yang bersumber pada budaya masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini tidak menimbulkan efek sosial yang besar. Misalnya, perlakuan seorang anak terhadap orang tua dan tata cara berpakaian seseorang perempuan dewasa saat keluar rumah. Pelanggaran terhadap norma ini
akan kembali kepada diri si pelakunya sendiri, yaitu berupa perasaan malu dan menjadi sungkan terhadap orang di sekitarnya.

 

4. Norma Hukum

Norma hukum adalah peraturan hidup yang dibuat oleh penguasa Negara atau lembaga adat tertentu. Norma hukum adalah aturan-aturan yang bersumber atau dibuat oleh lembaga negara yang berwenang.

Norma hukum bersifat memaksa dan mengikat. Memaksa berarti aturan-aturan hukum harus dipatuhi oleh siapa pun, sedangkan mengikat berarti berlaku untuk semua orang.

Orang yang melanggar aturan-aturan hukum akan mendapatkan sanksi berupa hukuman, seperti penjara, atau denda. Menurut Kansil, norma hukum memiliki unsur-unsur sebagai berikut.

  • Aturan tentang perilaku manusia dalam pergaulan masyarakat.
  • Aturan dibuat oleh badan atau lembaga berwenang.
  • Aturan bersifat memaksa.
  • Sanksi bersifat tegas.
  • Aturan berisi perintah dan larangan.
  • Perintah harus ditaati dan larangan dijauhi setiap orang.

ý   Fungsi Norma Sosial Di Masyarakat

1.         Pedoman hidup yang berlaku untuk semua warga masyarakat.

2.         Mengikat setiap anggota masyarakat, sehingga berakibat memberikan sanksi terhadap anggota masyarakat yang melanggarnya.

3.         Sebagai alat pengendali sosial

4.         Menciptakan hidup tertib

5.         Menjaga kelestarian nilai dalam masyarakat

6.         Sebagai tolak ukur dalam setiap perbuatan

ý   Sifat-sifat Norma

1.         Norma Agama bersifat abadi dan universal.

2.         Norma kesopanan dan kesusilaan bersifat lokal atau relatif.

3.         Norma Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas, dan berlaku bagi setiap warga masyarakat yang dicakupinya. Tidak setiap norma itu berlaku universal atau berlaku untuk semua tempat, ada norma yang berlaku disuatu tempat tetapi tidak berlaku di tempat lain. Adat-istadat atau kebiasaan dan juga peraturan bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia sehari-hari supaya di dalam masyarakat tercipta suatu kehidupan yang tertib, aman dan sejahtera.

ý       Kekuatan Norma

Norma-norma yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat memiliki kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah kekuatan mengikatnya, ada juga yang kuat. Berkenaan dengan hal tersebut dikenal ada empat pengertian norma, yaitu sebagai berikut.

  1. Cara (usage), adalah penyimpangan kecil terhadap suatu tindakan, namun tidak akan mendapat hukuman yang berat, ganjarannya bersifat hanya celaan. Contohnya, orang yang makan dengan bersuara, atau cara makan tanpa sendok dan garpu.
  2. Kebiasaan (folkways), adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan memiliki kekuatan mengikat yang lebih besar dibandingkan dengan cara. Jika tidak dilakukan dapat dianggap menyimpang dari kebiasaan umum dalam masyarakat. Contohnya, memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua, mendahulukan orang lansia ketika sedang antre, dan sebagainya.
  3. Tata kelakuan (mores), adalah kebiasaan yang dianggap tidak hanya sebagai perilaku, tetapi diterima sebagai norma-norma pengatur.
  4. Adat istiadat (custom), adalah tata kelakuan yang menyatu dengan pola-pola perilaku masyarakat dan memiliki kekuatan mengikat yang lebih. Jika dilanggar, sanksi keras akan
  1. NILAI

ý       Pengertian Nilai

Pengertian nilai dalam bahasa Inggris disebut value berarti harga, penghargaan, atau tafsiran. Artinya, harga atau penghargaan yang melekat pada sebuah objek. Objek yang dimaksud adalah berbentuk benda, barang, keadaan, perbuatan, atau perilaku. Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan konkret. Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat batiniah. Menilai berati menimbang, yaitu kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu keputusan.

ý       Sifat-sifat nilai
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.
b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen).
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai.

Nilai akan selalu berkembang, contohnya adalah kejujuran, kedamaian, kecantikan, keindahan, keadilan, kebersamaan,
ketakwaan, dan keharmonisan. Nilai juga merupakan bagian dari hidup manusia. Oleh karena itu, hubungan antarmanusia
selalu diikat oleh nilai.

ý       Jenis-Jenis Nilai

Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
a. nilai logika adalah nilai benar-salah;
b. nilai estetika adalah nilai indah-tidak indah (jelek);
c. nilai etika/ moral adalah nilai baik-buruk.

Menurut Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian.
a. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai kerohanian meliputi
1) nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia;
2) nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan manusia;
3) nilai kerohanianatau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) manusia;
4) nilai religius (agama) yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

ý   Macam-macam Nilai

  1. Nilai Sosial adalah sesuatu yang sudah melekat di masyarakat yang berhubungan dengan sikap dan tindakan manusia. Contohnya, setiap tindakan dan perilaku individu di masyarakat, selalu mendapat perhatian dan berbagai macam penilaian.
  2. Nilai kebenaran adalah nilai yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi, dan cipta). Nilai ini merupakan nilai yang mutlak sebagai suatu hal yang kodrati. Tuhan memberikan nilai kebenaran melalui akal pikiran manusia. Contohnya, seorang hakim yang bertugas memberi sangsi kepada orang yang diadili.
  3. Nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada unsur rasa manusia (estetika). Keindahan bersifat universal. Semua orang memerlukan keindahan. Namun, setiap orang berbeda-beda dalam menilai sebuah keindahan. Contohnya, sebuah karya seni tari merupakan suatu keindahan. Akan tetapi, tarian yang berasal dari suatu daerah dengan daerah lainnya memiliki keindahan yang berbeda, bergantung pada perasaan orang yang memandangnya.
  4. Nilai kebaikan atau nilai moral adalah nilai yang bersumber pada kehendak atau kemauan (karsa, etik). Dengan moral, manusia dapat bergaul dengan baik antar sesamanya. Contohnya, berbicara dengan orang yang lebih tua dengan tutur bahasa yang halus, merupakan etika yang tinggi nilainya.
  5. Nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber pada hidayah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Melalui nilai religius, manusia mendapat petunjuk dari Tuhan tentang cara menjalani kehidupan. Contohnya, untuk dapat berhubungan dengan Tuhan, seseorang harus beribadah menurut agamanya masing-masing. Semua agama menjunjung tinggi nilai religius. Namun, tata caranya berbeda-beda. Hal ini karena setiap agama memiliki keyakinan yang berbeda-beda.

Nilai-nilai tersebut menjadi kaidah atau patokan bagi manusia dalam melakukan tindakannya. Misalnya, untuk menentukan makanan yang baik bagi kesehatan tubuh, kita harus berdasar pada nilai gizi dan bersih dari kuman. Namun, ada nilai lain yang masih harus dipertimbangkan seperti halal tidaknya suatu makanan tertentu. Dengan demikian, nilai berperan dalam kehidupan sosial sehari-hari, sehingga dapat mengatur pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

ý  Ciri-Ciri Nilai Sosial

Sesuai dengan keberadaannya, nilai-nilai sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Hasil dari proses interaksi antar manusia secara intensif dan bukan bawaan sejak lahir. Contohnya, seorang anak yang bisa menerima “nilai” menghargai waktu karena didikan orangtuanya yang mengajarkan disiplin sejak kecil.
  2. Ditransformasikan melalui proses belajar meliputi sosialisasi, akulturasi, dan difusi. Contohnya, nilai “menghargai kerja sama” dipelajari anak dari sosialisasi dengan teman-teman sekolahnya.
  3. Berupa ukuran atau peraturan sosial yang turut memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Contohnya, nilai memelihara ketertiban lingkungan menjadi ukuran tertib tidaknya seseorang, sekaligus menjadi aturan yang wajib diikuti.
  4. Berbeda-beda pada tiap kelompok manusia atau bervariasi antara kebudayaan yang satu dan yang lain. Contohnya, di negara-negara maju manusianya sangat menghargai waktu, keterlambatan sulit ditoleransi. Sebaliknya di Indonesia, keterlambatan dalam jangka waktu tertentu masih dapat dimaklumi.
  5. Setiap nilai memiliki pengaruh yang berbeda-beda bagi tindakan manusia. Contohnya, nilai mengutamakan uang di atas segalanya membuat orang berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, jika nilai kebahagiaan dipandang lebih penting daripada uang, orang akan lebih mengutamakan hubungan baik dengan sesama.
  6. Mempengaruhi perkembangan kepribadian individu sebagai anggota masyarakat, baik positif maupun negatif. Contohnya, nilai yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi akan melahirkan individu yang egois. Adapun nilai yang lebih mengutamakan kepentingan bersama akan membuat individu tersebut lebih peka secara sosial.

ý       Fungsi Nilai

a. Sebagai Faktor Pendorong

Tinggi rendahnya individu dan satuan manusia dalam masyarakat bergantung pada tinggi rendahnya nilai sosial yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa bisa terencana. Hal ini merupakan cita-cita untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dan beradab sehingga nilai sosial ini memiliki daya perangsang sebagai pendorong untuk menjadi masyarakat yang ideal.

b. Sebagai Petunjuk Arah

Nilai sosial menunjukkan cita-cita masyarakat atau bangsa. Adapun nilai sosial sebagai petunjuk arah tergambar dalam contoh berikut ini.

  1. Cara berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku. Setiap pendatang baru harus dapat menyesuaikan diri dan menjunjung tinggi nilai sosial masyarakat yang didatanginya agar tidak tercela, yang menyebabkan pandangan masyarakat menjadi kurang simpati terhadap dirinya. Dengan demikian, pendatang baru dapat menghindari hal yang dilarang atau tidak disenangi masyarakat dan mengikuti pola pikir serta pola tindakan yang diinginkan.
  2. Nilai sosial suatu masyarakat berfungsi pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya untuk menentukan pilihan terhadap jabatan dan peranan yang akan diambil. Misalnya dalam memilih seorang pemimpin yang cocok bukan saja berdasarkan kedudukan seseorang, melainkan juga berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau menentukan posisi seseorang sesuai dengan kemampuannya.
  3. Nilai sosial berfungsi sebagai sarana untuk mengukur dan menimbang penghargaan sosial yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
  4. Nilai sosial berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu.

c. Sebagai Benteng Perlindungan

Pengertian benteng di sini berarti tempat yang kokoh karena nilai sosial merupakan tempat perlindungan yang kuat dan aman terhadap rongrongan dari luar sehingga masyarakat akan senantiasa menjaga dan mempertahankan nilai sosialnya. Misalnya, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai Pancasila.

Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti sejarah bangsa Indonesia, tetapi dengan keyakinan bahwa Pancasila harus tegak dari setiap usaha yang akan meruntuhkannya maka pengkhianatan tersebut dapat dipatahkan.

 

 

Bab II

Sistem Hukum

Sistem hukum adalah suatu susunan dari aturan-aturan hidup yang keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain. Menurut friedman, sistem hukum adalah suatu sstem yang meliputi substansi, hukum, dan budaya hukum. Substansi adalah aturan, norma dan pola prilaku manusia yang berada dalam sistem. Struktur adalah institusionalisasai ke dalam empitas-empitas hukum seperti struktur pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding, tingkat kasasi, dan jumlah hakim. Budaya hukum adalah bagian dari kultur pada umumnya, kebiasaan-kebiasaan, opini masyarakat, dan pelaksanaan cara-cara bertindak dan berpikir.

Secara umum, sistem hukum terbagi 2:

  1. Sistem hukum eropa kontinental, sistem hukum ini berkembang di eropa daratan seperti belanda, prancs dan termasuk indonesia. Sistem hukum ini disebut juga dengan civil law. Sistem hukum ini mengutamakan hukum yang memperoleh kekuatan meningkat karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang0-undang dan tersusun secara sistematis didalam kodifikasi (pembukuan).
  • Tujuan, kepastian hukum yang hanya dapat diwujudkan dalam tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup. Dengan tujuan ni, hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yanh mempunyai kekuatan yang meningkat.
  • Fungsi hakim, yaitu menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya atau hakim merupakan mulut sari undang-undang. Sumber hukumnya: undang-undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
  • Hukum dibagi 2:

o  Hukum publik, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa atau negara serta hubungan-hubungan masyarakat dan negara. Yang termasuk hukum publik: hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara.

o  Hukum privat, yaitu mencakup peraturan-peraturan yang mengatur tentang hubungan antara individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

  1. Sistem hukum anglo saxon, sistem hukum ini berkembang di inggris, kemudian meluas ke AS, kanada, dan australia. Sistem hukum ini disebut juga dengan common law. Sumber sistem hukum: yurisprudensi, kebiasaan-kebiasaan, peraturan administrasi negara.
  • Fungsi hukum pada sistem hukum ini, tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan perannya sangat besar, yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat.
  • Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim untuk memutuskan perkara yang sejenis. Pada sistem ini, hakim dalam memutuskan suatu perkara harus mendasarkan putusan kepada prinsip hukum yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya. Dalam hal tidak ada putusan hakim lain dari perkara yang ada sebelumnya maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan akal sehat yang dimilikinya.
  • Segala keputusan hakim berisi alasan dan dalam perkara hukuman harus menyebut aturan undang-undang dan aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukum.
  • Hukum negara pasal 104 ayat 1 menyebtkan, “segala keputusan pengadilan harus berisi alasan dan dalam perkara hukuman menyebutkan aturan undang-undang dan aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukum”.
  • Hukum adat dalam kongres pemuda 1928, “ hukum adat sebagai dasar persatuan bangsa, sebagai dasar perjuangan melawan penjajahan untuk menunjukkan kemerdekaan”. Pandangan masyarakat indonesia terhadap hukum adat:

o   Hukum adat harus dipertahankan, karena memiliki persyaratan untuk menjadi hukum nasional, yaitu yang bersifat dinamis serta berasal dari penggalian mendalam secara berabad-abad. Sikap ini ditampilkan oleh kaum budayawan, para pemuda adat, serta para pemerhati hukum adat.

o   Hukum adat tidak bisa dijadikan hukum utama di indonesia, karena sifat tidak tertulis sulit dijadikan rujukan serta pedoman dalam menggali sumber hukum.

o   Adat bisa dijadikan rujukan yang berdampingan dengan hukum tertulis karena keduanya nyata di indonesia.


 

Sumber-Sumber Hukum di Indonesia

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mnegakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.

Sumber hukum dapat dilihat dari 2 segi:

  1. Sumber hukum materiil, yaitu sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, terdiri atas: perasaan hukum seseorang atau pendapat umum, agama, kabiasaan, dan politik hukum dari pemerintah. Sumber hukum materiil, yaitu tempat materi hukum itu stabil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Sumber hukum materiil dpat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contoh: seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnua hukum.
  2. Sumber hukum formil, yaitu merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan membentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku. Sumber hukum formil antara lain:

1)      Undang-undang (statue), ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Menurut buys, UU itu mempunyai 2 arti: a). UU dalam arti formil ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cra pembuatannya, misalnya dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan parlemen.

  1. Syarat berlakunya suatu UU, syarat mutlak untuk berlakunya suatu UU adalah diundangkan dalam lembaran negara oleh mentri/sekretaris negara.
  2. Berakhirnya kekuatan berlaku suatu UU, suatu UU tidak berlaku lagi jika:
  • jika jangka waktu berlaku UU itu sudah lampau.
  • keadaan atau hal dimana UU itu diundangkan sudah tidak ada lagi.
  • UU itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
  • telah diadakan UU baru yang isinya bertentangan dengan UU yang dahulu kala.
  1. Pengertian lembaran negara dan berita negara, pada zaman hindia belanda, lembaran negara disebut staatsblad. Setelah suatu UU diundangkan dalam LN, kemudian diumumkan dalam berita negara, setelah itu diumumkan dalam siaran pemerintah melalui radio, TV, dan surat kabar. Perbedaan antara lembaran negara dan berita negara, lembaran negara adalah suatu lembarab atau kertas tempat mengundangkan atau mengumumkan semua peraturan negara dan pemerintah agar sah berlaku. Berita negara adalah suatu penerbitan resmi sekretariat negara yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan negara dan pemerintah serta memuat surat-surat yang dianggap perlu, seperti akta pendirian PT, firma, koperasi, nama orang yang dinaturalisasi menjadi wrga negara IDN, dll.

2)      Kebiasaan (custom), perbuatan manusia yang terus dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.

3)      Keputusan-keputusan hakim (jurisprudentie), keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim yang lain mengenai masalah yang sama.

4)      Traktat (treaty), perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Traktat liberal, jika traktat diadakan hanya oleh dua negara. Traktat multilateral, jika diadakan oleh lebih dari dua negara.

5)      Pendapat sarjana hukum (doktrin), pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.

Peraturan perundang-undangan negara RI

  • Masa sebelum dekrit presiden 5 juli 1959

Berdasarkan pada UUDS 1950, perpu di IDN terdiri atas:

  • UUD, suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan memuat garis besar dasar dan tujuan negara. Suatu UUD dibentuk oleh suatu badan tertentu yang khusus untuk itu, seperti: PPKI yang menetapkan UUD 1945, MPR menurut ketentuan UUD 1945, dan konstituante dan pemerintah menurut ketentuan UUDS 1950.
  • UU biasa dan UU darurat. UU biasa ialah negara yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintahan pada umumnya yang dibentuk berdasarkan dan melaksanakan UUD. Suatu UU terdiri atas:

o   Konsiderans, yaitu alasan-alasan yang menyebabkan dibentuknya suatu UU.

o   Diktum, yaitu keputusan yang diambil oleh pemuat UU, setelah disebutkan alasan pembentukannya.

  • Isi, isi UU terdiri atas bab-bab, bagian, pasal, dan ayat-ayat.

UU darurat ialah UU yang dibuat oleh pemerintah sendiri atas kuasa dan tanggung jawab pemerintah karena keadaan yang mendesak perlu diatur dengan negara. UU darurat dikeluarkan dengan bentuk dan keterangan seperti UU biasa dengan perbedaan:

o   dalam menimbang harus diterangkan bahwa karena keadaan yang mendesak peraturan ini perlu segera diadakan.

o   kalimat “dengan persetujuan DPR”dihilangkan. UU darurat dapat disahkan oleh presiden dengan persetujuan DPr menjadi UU biasa.

o   Peraturan pemerintah (pusat, suatu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan suatu UU.

o   Peraturan daerah, semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah setempat untuk melaksanakan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya.

  • Masa setelah dekrit presiden 5 juli 1959 (sekarang)
  1. Bentuk dan tata peraturan perundang-undangan

Bentuk dan tata urutan peraturan perundangan RI sekarang ini menurut ketatapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh ketetapan MPR No. V/MPR/1973 adalah:

o   UUD RI tahun 1945

o   Ketatapan MPR

o   UU dan peraturan pemerintah pengganti UU

o   Peraturan pemerintah

o   Keppres

o   Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya

  1. UUD 1945, peraturan negara yang tertinggi dalam negara yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari peraturan perundangan lainnya yang dikeluarkan oleh negara.
  2. Ketetapan MPR

Mengena ketetapan MPR ada dua macam, yaitu: a. Ketetapan MPR yang memat garis-garis dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan UU. b. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan keputusan presiden.

  1. UU, salah satu bentuk peraturan perundangan yang diadakan untuk melaksanakan UUD atau ketetapan MPR.
  2. Peraturan pemerintah sebagai pengganti UU (perpu)

Perpu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 sbagai berikut:

o   Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU.

o   Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut.

o   Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

  1. Peraturan pemerintah

UUD 1945 memberikan kekuasaan kepada presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah dalam menjalankan UU sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2 UUD 1945). Selain peraturan pemerintah pusat, dikenal pula peraturan pemerintah daerah. Peraturan pemerintah pusat memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan UU, sedangkan peraturan pemerintah daerah isinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat, dan jika ternyata bertentangan maka peraturan daerah yang bersangkutan dengan sendirinya btal (tidak berlaku).

  1. Keputusan presiden, presiden berhak mengeluarkan keppres yang berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig = berlaku atau mengatur sesuatu hal tertentu saja) untuk melaksanakan ketentuan UU yang bersangkutan, ketetapan MPR dalam bidang elsekutif atau peraturan pemerintah.
  2. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, baik yang diadakan oleh pejabat sipil maupun oleh pejabat militer, seperti keputusan mentri, instruksi mentri, dll harus pula dengan tegas berdasar dan bersumber pada peraturan perundangan yang lbih tinggi.

TAP MPR NO. III/MPR/2000

Didalam pasal 1 Tap MPR No. III/MPR/2000 dijelaskan bahwa

ü  Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.

ü  Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

ü  Sumber hukum dasar nasional adalah pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945, yaitu isi ketuhanan YME, dst.

Tata urutan peraturan perundang-undangan RI pasal 2:

  1. UUD 1945

Merupakan hukum dasar tertulis negara RI, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaran negara.

  1. Ketetapan MPR RI

Merupakan putusan MPR sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.

  1. UU

Dibuat oleh DPR bersama presiden untuk melaksanakan UUD 1945, serta ketetapan MPR RI.

  1. Peraturan pengganti UU

Dibuat oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dengan ketentuan sbb:

–          Peraturan pemerintah penganti UU harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut.

–          DPR dapat menerima atau menolak peraturan pemerintah pengganti UU dengan tidak mengadakan perubahan .

–          Jika ditolak DPR, peraturan pemerintah pengganti UU tersebut harus dicanut.

  1. Peraturan pemerintah

Dibuat oleh pemerintahuntuk melaksanakan perintah UU.

  1. Keppres

Yang bersifat mengatur dibuat oleh presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

  1. Peraturan daerah

Merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

o   Peraturan daerah provinsi dibuat oleh DPR daerah provinsi bersama gubernur.

o   Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh DPRD kabupaten/kota bersama bupati/walikota.

o   Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten kota yang bersangkutan.